26 Mei, 2013

Tugas Matakuliah Etika Bisnis " Periklanan dan Etika"


Tugas
ETIKA BISNIS
Periklanan dan Etika
Oleh : Kelompok IV
Solihin                 : D1A1 10 063
Indrawati              : D1A1 10 145
Saiful Ifan A         : D1A1 10 141
Muyasir                : D1A1 11 132
Eri Irianto            : D1A1 10 028
Umar Sidiq           : D1A1 10 035


JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013
Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Kenyataan ini berkaitan erat dengan cara cara berproduksi industry modern yang menghasilkan produk-produk dalam kuantitas besar, sehingga harus mencari pembeli. Dan pasti ada kaitanya dengan system ekonomi pasar dimana kompitisi dan persaingan merupakan ungsur hakiki. Iklan justru dianggap cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam ekonomi subsistem agribisnis hulu dan juga dalam ekonomi berencana komunistis dari abad ke 20 tidak dirasakan kebutuhan akan periklanan besar besaran, walaupun dalam system ekonomi apapun  diperlukan metode untuk memperkenalkan produknya sekurang kurangnya memberitahukan ada tau tidaknya produk produk. Dengan meningkatnya ekonomis, cakupan dan intensitas periklanan akan bertambah pula dengan sebaliknya dalam resesi ekonomi kegiatan reklame akan berkurang. Dalam perkembangan periklanan, media komunikasi modern –media cetak tau elektronis, tetapi khususnya televise memegang peranan dominan. Fenomena periklanan ini menimbulkan berbagai masalah yang berbeda. Mungkin tidak ada kegiatan bisnis lain yang berhadapan dengan begitu banyak kritik dan tanda tannya seperti periklanan. Dari segi ekonomi dipertanyakan apakah periklanan sebagaimana dipratekkan sekarang ini dan menghabiskan biaya besar sekali pada dasarnya tidak merupakan pemborosan saja, karna tidak menambah sesuatu pada produk dan tidak meningkatkan kegunaan bagi konsumen.  Bahkan harus dikatakan bahwa, biaya luar biasa itu dibebankan pada konsumen. Masalah-masalah lain berasan dari konteks sosio cultural. Dikemukakan kebeadaan bahwa iklan iklan yang setiap hari secara masal dan intensif dicurahkan dimasyarakat melalui berbagai media komunikasi, pada umumnya tidak mendidik, tetapi sebalikya menyebarluaskan selera yang rendah. Ditegaskan pula bahwa bisnis periklanan memamerkan suatu suasana hedonistis dan materialistis. Dengan kata lain, periklanan dilatarbelakangi suatu ediologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu ediologi konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu.
1.           Fungsi periklanan
iklan dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasaran, antara penjual dan calon pembeli. Dalam proses komunikasi itu menyampaikan sebuah “pesan” dengan demikian kita mendapat kesan bahwa periklanan terutama bermaksud memberikan informasi. Seolah olah tujuan terpenting adalah memperkenalkan produk atau jasa.
Rupanya dalam periklanan dapat dibedakan dua fungsi : fungsi informative  dan fungsi persuasive. Pada kenyataanya tidak ada iklan yang semata mata informative dan tidak ada iklan yang semata mata persuasive. Tetapi ada iklan dimana ungsur informasi paling dominan, disamping iklan dimana ungsur promosi paling mencolok.
Tercampurnya ungsur informasi dan ungsur persuasive dalam periklanan membuat penilaian etis terhadapnya menjadi lebih kompleks. Seandainya iklan semata mata informative atau semata mata persuasive, tugas etika disini menjadi lebih mudah. Tapi pada kenyataannya tidak demikian, dengan akibat bahwa etika harus bernuansa dalam menghadapi aspek-aspek etis dari periklanan.
2.           Periklanan dan kebenaran
Berbohong adalah mengatakan sesuatu yang tidak benar. Setidak tidaknya perlu ditambah. Pertama ungsur kesengajaan. Jika saya mengatakan sesuatu yang tidak benar, padahal saya berpikir bahwa yang saya katakana itu adalah benar, saya tidak berbohong.
Berbohong adalah dengan sengaja mengatakan sesuatu yang tidak benar, agar oang lain percaya. Perlu diperhatikan, menurut definisi ini maksud atau niat  sipembicara yang dianggap sangat penting. Maksud itu di sini berperan dua kali. Supaya ada pembohongn, si pembicara harus bermaksud mengatakan sesuatu yang tidak benar (sengaja dan tidak kebetulan) dan ia harus mengatakan hal itu dengan maksud agar orang lain percaya.
Bahasa pada periklanan pada umumnya sarat dengan superlative dan hiperbol. Disini si pengiklan tidak bermaksud agar public percaya begitu saja. Dan public konsumen bahwa etorika itu tidak perlu dimengerti secara harfiah. Maksudnya bukan memberi informasi yang belum diketahui, melainkan menarik perhatian supaya dapat memikat calon pembeli.
Ikan bukan saja menyesatkan dengan berbohong, tetapi juga dengan tidak mengatakan seluruh kebenaran, misalnya dengan mendiamkan sesuatu yang sebenanya penting untuk diketahui.
Selain dengan berbohong, ikan bias bersifat tidak etis juga karena menipu.  Dalam konteks ini berbohong dan menipu tidak selamanya sama. Untuk menerti hal itu, perlu kita bandingakan pembohongan dengan penipuan. Berbohong selalu berlangsung dalam rangka bahasa, entah lisan atau tertulis. Cakupan penipuan lebih luas, penipuan bias berlangsung dalam rangka bahasa, tetapi bias juga dilakukan dengan cara lain. Dengan perbuatan tanpa mengatakan sepatah kata pun bias saya akibatkan orang lain percaya sesuatu yang tidak benar. Pembohongan masih berada dengan cara lain lagi dari penipuan. Kita hanya berbicara tentang penipuan, jika suatu perbuatan berhasil sebagai penipuan, dengan kata lain, jika sungguh orang percaya. Percobaan penipuan yang digagalkan oleh calon korban, tidak kita sebut penipuan. Penipuan mempunyai konotasi kebehasilan. Sedangkan pembohongan tetap merupakan pembohongan, ika oang lain tidak percaya pada apa yang dikatakan. Pembohogan seperti itu merupakan usaha ntuk menipu, tapi tidak berhasil dalam maksudnya. Karena alasan alasan itu definisi penipuan harus dirumuskan dengan lebih luas sebagai berikut: dengan sengaja mengatakan atau melakukan sesuatu yang mengakibatkan orang lain percaya apa yang tidak benar dan hal itu dikatakan atau dilakukan dengan maksud agar orang lain percaya.
3.           Manipulasi dengan periklanan
Masalah kebenaran teutama berkaitan dengan segi informative dari iklan (tetapi tidak secara eksklusif), sedangkan masalah manipulasi terutama bekaitan dengan segi persuasive dari iklan (tetapi tidak terlepas dari segi informatifnya). Dengan “manipulasi” kita maksudnya: mempengaruhi kemauan orang lain sedemikian rupa, sehingga ia mnghendaki atau menginginkan sesuatu yang sebenarnya tidak dipilih oleh orang itu sendiri. Tetapi “ditanamkan” dalam dirinya dari luar.
Mempengaruhi harus dibedakan dari manipulasi. Setiap hari kita dipengaruhi  oleh banyak sekali factor, misalnya oleh teman-teman. Memang penting apa yang disebut eklame dari mulut kemulut. Dengan itu kita pasti dipengaruhi, tetapi tidak sampai dimanipulasi. Keputusan untuk membeli atau tidak,  tetap merupakan keputusan kita sendiri. Kalau dimanipulasi, kebebasan dirampas dai kita, sehingga keputusan kita menjadi sebuah akibat permainan saja. Iklan tidak mudah memanipulasi, karena tidak mudah membuat “korban” permainan. Kalau tidak merasa tertarik, banyak iklan dalam media cetak tidak kita baca, atau pada radio tidak kita perhatikan, atau pula di tv kita hilangkan dengan pindah kesaluran lain melalui remote controller. Public menyadari cukup menyadari bahwa iklan itu namanya iklan dan karena itu selalu harus didekati dengan sikap  kritis. Kebanyakan orang tahu membedakan suasana yang ditampilkan periklanan dengan kenyataan. Namun demikian, tidak mustahil dalam keadaan ekstrem iklan bisa memanipulasi juga dan kalau begitu iklan macam iyu pasti tidak etis. Lebih lanjut kita membicarakan dua cara untuk sungguh-sungguh memanipulasi orang dengan periklanan.
Cara pertama adalah apa yang disebut subliminal advertising. Dengan istilah ini dimaksudkan teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tetapi tinggal dibawah ambang ksadaran (karena itu sb-liminal; dari kata latin limin= ambang). Teknik ini bisa dipakai dibidang visual maupun radio. Kalau dalam rangka visual (vilm atau TV), suatu pesan dimasukan sebentar saja dalam film, sehingga penonton tidak melihatnya dengan sadar pada layar perak, namun demikian pesan itu ada juga dalam film. Pernah dilaporkan bahwa periklanan subliminal ini bisa sangat efektif.
Kadang-kadang istilah ini dipakai juga untuk apa yang disebut “periklanan subliminal dalam arti luas” kalau begitu yang dimaksudkan adalah mempengaruhi konsumen melalui iklan dengan memangfaatkan factor-faktor psikologis seperti status, gengsi, seks. Sebagaimana sudah dibahas sebelumnya disini peilaku konsumen dipengaruhi,  tetapi tidak dimanipulasi. Kebebasan konsumen tidak dihilangkan. Disini jarang ada masalah etis, lebih banyak bisa muncul masalah selera rendah (bad state). Periklanan subliminal harus dibedakan juga dari periklanan terselubung, yaitu iklan yang disampaikan dengan cara tidak langsung, seperti dalam film si actor jelas jelas minum cocacola. Disinipun tidak ada masalah manipulasi.
Cara periklanan kedua yang pasti bersifat manipulative adalah iklan yang ditnjukan kepada anak. Iklan seperti itupun harus dianggap kurang etis, karena anak belum bisa mengambil kebutusan dengan bebas dan sangat sensitive terhadap pengaruh dari luar. Karena itu anak mudah dimanipulasi dan diperminkan. Apalagi, anak tidak akan membeli produk yang diiklankan melainkan orang tuanya. Ia akan merengek rengek meminta produk itu dibelikan dan bau puas bila keinginannya baru terpenuhi. Rupanya iklan yang ditunjukan langsung kepada anak tidak bisa dinilai lain daripada manipulasi saja dank arena itu harus ditolak sebagai tidak etis. Hal itu berlaku secara khusus untuk iklan yang ditayangkan melalui televise, karena cirri khas dari media yang sangat sugestif dan pepasif ini.
4.           Pengontrolan terhadap iklan
Karena kemungkinan dipermainkan kebenaran dan terjadinya manipulasi merupakan hal hal rawan dalam bisnis periklanan, perlulah adanya control tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut. Pada umumnya dikatakan bahwa pengontrolan seperti itu terutama haus dijalankan dengan tiga cara beikut ini: oleh pemeintah, oleh paa pengiklan sendiri, dan oleh masyarakat luas.
a.  Control oleh pemerinta
Disini terlihat tugas penting bagi pemerintah, yang harus melindungi masyarakat konsumen terhadap keganasan periklanan. Di Indonesia iklan tentang makanan dan obat diawasi oleh direktorat jenderal Pengawas Obat Dan Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan.
b.               Control oleh para pengiklan
Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah pengaturan diri (self-regulation) oleh dunia periklana. Biasanya hal itu dilakukan dengan menyusun kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh profesi periklanan itu sendiri, khususnya oleh asosiasi biro periklanan. Di Indonesia kita memiliki tata karma dan tata cara periklanan indinesia yang disempurnakan (1998) yang dikeluarkan oleh AMLI (Asosiasi perusahaan Media Luar Indonesia), ASPINDO (Asosiasi Pemakrasa dan Penyantun Iklan Indonesia), GPBSI (Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia), PPPI (Pesatuan Perusahaan periklanan Indonesia), PRSSNI (Pesatuan Radio Siaan Suasta Nasional Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) dan Yayasan TVRI (Yayasan televise Republik Indonesia). Versi pertama dari kode etik ini telah diberlakukan pada 1981. Jika suatu kode etik disetuju, tentunnya pengawasan harus diawasi juga. Janganlah kode etik menjadi sebuah formalitas saja yang tidak berpengaruh atas praktek sehari hari. Implementasi banyak kode etik menjadi kurang efektif karna tidak penah diambil tindakan sangsi terhadap para pelanggarnya. Di Indonesia pengawasan kode etik ini dipecayakan kepada komisi periklanan Indonesia yang terdii atas ungsur semua asosiasi pendukung dari tata karma tersebut.
c.               Control oleh masyarakat
Masyaakat luas tentu harus diikut sertakan dalam mengawasi mutu etis periklanan. Dalam hal ini suatu cara yang terbukti membawa banyak hasil dalam menetralisasi efek-efek negative dari periklanan adalah mendukung dan menggalakan lembaga-lembaga konsumen, yang sudah lama dikenal dinegara-negara maju dan sejak tahun 1970-an  berada juga di Indonesia yayasan lembaga konsumen Indonesia di Jakarta dan kemudian lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen di Semarang. Sebetulnya setiap kota besar pantas memiliki lembaga swadaya masyarakat yang betujuan advokasi konsumen seperti lembaga lembaga ini. Laporan laporan oleh lembaga lembaga konsumen tentang suatu produk atau jasa sangat efektif sebagai control atau kualitasnya dan serentak juga atau kebenaran periklanan. Jika lembaga konsumen yang berwibawa atas dasar penelitian yang melibatkan laboratorium dan ahli dibidang terkait mengeluarkan laporan negative terhadap kebenaran iklan, hal itu merupakan pukulan berat bagi produsen bersangkutan, kana dalam sekejap melenyakapkan efek dari kampanye periklanan yang lama dan memakan biaya banyak.
Selain menjaga agar periklanan aga tidak menyalahi batas batas etika melalui pengontrolan terhadap iklan iklan dalam media massa. Ada juga cara lebih positif untuk meningkatkan mutu etis dari iklan dengan memberikan penghargaan kepada iklan yang dinilai paling baik. Hamper semua Negara modern mengenal salah satu atau beberapa hadiah berkala yang dianugrahi kepada iklan yang paling bemutu selama periode tertentu. Memang benar, yang dinilai disini bkan saja aspek etis, tati juga aspek estetis, komnikatif, keatif, dan sebagainya. Namun demikian, yang penting ialah bahwa aspek etis selalu diikutsertakan. Penghargaan untuk iklan itu bisa diberikan oleh intansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, sebua majalah, atau lain lain. Di Indonesia kita mempunyai Citra Ahli Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh ”Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia”.
5.           Penilaian etis terhadap iklan
Refleksi tentang masalah masalah etis disekitar praktek periklanan merupakan contoh bagus mengenai kompleksitas pemikiran moral. Disini pringsip-pringsip etis memang penting, tetapi tersedianya pingsip pringsip etis ternyata tidak cukup untuk menilai moralitas sebuah iklan. Dalam penerapanya banyak factor lain ikut berpera. Efleksi tentang etika periklanan ini mengingatkan bahwa penalaran moral selalu harus bernuansa dengan menyimak dan menilai situasi kongkrit. Pringsi-pringsip etis yang penting dalam konteks periklanan sudah dipelajari sebelumnya (tidak boleh bebohong, otonomi manusia harus dihomati). Dalam pasal terakhir ini kita memandang empat factor berikut yang selalu harus dipertimbangkan dalam menerapkan pringsip-pringsip tersebut, jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan: maksud sipengiklan, isi iklan, keadaan public yang dituju, dan kebiasaan dibidang periklanan. Dua factor tesebut terakhir menyangkt situasi yang berbed beda.
a.               Maksud si pengiklan
Apa yang terjadi maksud sipengiklan? Jika maksud sipengiklan tidak baik, dengan sendiinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik juga. Jika sipengiklan tau bahwa produk yang diiklankan merugikan konsumen atau dengan sengaja ia menjelekan produk dai pesaing, iklan menjadi tidak etis. Jika maksud sipengiklan adalah membuat iklan yang menyesatkan, tentu iklannya menjadi tidak etis.


b.               Isi iklan
Menurut isinya iklan harus benar dan tidak boleh mengandung ungsur yang menyesatkan, seperti misalnya iklan tentang obat di televise yang pura-pura ditayangkan oleh tenaga medis yang memakai baju putih dan stetoskop. Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karna itu informasina tidak perlu selengkap mungkin seperti laporan dari instansi netral. Bisa dibenakan jika sebuah produk dalam iklan dipresentasikan dari segi yang palig menguntungkan.
c.               Keadaan public yang tertuju
Sikap berhati hati sebelum membeli memang merupakan sikap dasar bagi calon pembeli. Demikian juga dalam konteks periklanan. Public sebaiknya mempunyai skepsis yang sehat terhadap usaha pesuasi dari peiklanan. Gagasan periklanan harus diimbangi dengan sikap kitis public.
Yang dimengeti disini dengan public disini adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai informasi yang cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan. Dalam setiap masyaakat terdapat orang naïf, tetapi janganlah mereka diambil sebagai patokan untuk menilai moralitas periklanan. Namun demikian, perlu diakui juga bahwa mutu public sebagai keseluruhas bisa berbeda. Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tetipu, tertu haus dipakai setandar lebih ketat daripada lalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi atau setandar ekonomi lebih maju.
Secara umm bisa dikatakan bahwa periklanan mempunyai potensi besar untuk mengipas ipas kecembuuan social dalam masyarakat dengan memamerkan sikap konsumerisme dan hedonism dari suatu elit kecil. Hal ini merupakan aspek etis yang sangat penting, teutama dalam masyarakat yang ditandai kesenjangan social yang besar seperti Indonesia.
d.               Kebiasaan di bidang periklanan
Periklanan selalu dipraktekan dalam angka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Sudah ada aturan main yang sudah disepakati secara emplisit atau eksplisit dan yang seringkali tidak dapat dipisahkan dari etos yang menandai masyarakat itu. Septi halnya juga itu dibidang bidang lain, tradisi itu menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dimana ada tradisi periklanan yang sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja, bila beberapa iklan lebih mudah diterima daripada dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada sekala besar.
6.           Beberapa kasus etika periklanan
a.    Tiket gratis dari Bouraq
Pada tanggal 11 dan 18 Mei 1992 Maskapai Penerbangan Bouraq memasang iklan di harian Banjarmasin Post yang berbunyi : tukarkanlah sepuluh lembar tiket bekas penerbangan Bouraq dengan sebuah tiket gratis di kantor perwakilan Bouraq setempat. Tidak diberi penjelsan lain. Iklan sebesa sepeempat halaman itu dipasang juga dalam jawa post (Surabaya) dan pikiran rakyat (Bandung). Seoang pengusaha dibanjarmasin kebetlan menyimpan 50 tiket bekas. Ketika dia pergi ke Kantor Bouraq setempat dengan harapan memperoleh 5 tiket gratis, ia mendapat keterangan bahwa yang bisa ditukarkan hanyalah tiket 5 Agustus 1992 ke atas. Keterangan ini tidak dimuat dalam iklan dan juga tidak disebut bahwa konsumen bisa memperoleh informasi lebih lanjut di kantor perwakilan Bouraq. Karena itu boleh diandaikan saja bahwa informasi dalam iklan itu lengkap. Tempo, (6 Juni 1992)
b.   Mega Pasaraya dan etika bisnis
Dalam rangka menarik konsumen, pada bulan Agustus- Oktober lalu Mega Pasar Raya Blok M, Jakarta, mengadakan undian wisata belanja untuk pembelian minuman Rp 50.000 dan kelipatanya, tanpa pencantuman syarat apa pun untuk memenang undian.
Pada penarikan yang telah dilaksanakan , ternyata sya telah memenangkan dua nomor hadiah (dari sekian puluh vocer yang dimasukan) dan telah diumumkan derta dipampangkan pada papan pengumuman resmi dari pasaraya.
Saat saya akan mengambil dua buah hadiah itu 20/11 ternata ditolak oleh petugas bagian promosi dilantai empat, dengan alasan hanya boleh mengambil satu buah. Saya tidak mempersoalkan besar atau kecilnya hadiah, namun yang saya persoalkan adalah etika bisnis dari pasarraya dengan mengiming imingi konsumen yang ternyata hanyalah bohong belaka. Surat pembaca (Kompas, 28 November 1996)
c.    Garuda protes
Majalah Newsweek Juni 1993 memuat iklan satu halaman untuk maskapai penerbangan Malaysia Air System (MAS). Iklan ini mengumumkan hasil penelitian Inflight Reseach Services of London (IRSL), suatu lembaga penelitian penebangan di Inggris. Dalam penelitian itu diselidiki pendapat penumpang kelas utama terhadap fasilitas dan pelayanan dari 31 maskapai penebangan selama tahun1992. Dalam penelitian yang diumumkan dalam iklan tersebut, MAS keluar sebagai peringkat paling atas, sedangkan garuda menduduki urutan ke 30, hanya satu tingkat di atas ai india yang berada paling bawah. Gauda protes pada MAS dan minta agar iklan itu ditarik kembali, karena melanggar etika periklanan. MAS menjawab bahwa mereka tidak beniat untuk merendahkan citra dai pihak manapun dan hanya menggunakan hasil penelitian dari institute riset yang handal dan tidak memihak. Kalangan periklanan di Indonesia menganggap pencantuman hasil penelitian dalam iklan tidak melanggar etika periklanan, asalkan criteria jelas, digunakan dasar pembandingan yang sama dan bisa dibuktikan, sebagaimana ditegaskan oleh Yusca Ismail, Ketua persatuan perusahaan periklanan Indonesia. Kebetulan majalah fortune edisi November 1992 mengeluarkan hasil penelitian lain terhadap 50 perusahaan penerbangan, bedasarkan pendapatan selata tahun 1991. Ternyata Garuda peringkat ke 28, Singapore ke 20, thai ke 24, sedangkan MAS ke 36. Garuda maupun MAS tidak protes.   Tempo, 21 Agustus 1993.
d.   Iklan Filma di RCTI yang tidak etis
Kalau pemirsa TV-RCTI memperhatikan siaran iklan iklannya, ada salah satu iklan minyak goring yang bunyinya kurang lebih: bila ibu ingin minyak goring yang bunyinya kurang lebih “bila ibu ingin minyak goreng yang murni, jernih, lezat, sehat, gunakan akal sehat, pilihlah filma, filma membuat masakan lebih lezat dan sehat.”
Jadi dengan kata lain, ibu-ibu yang tidak memakai minyak goring filma, berati tidak menggunakanakal sehat…… alias akalnya tidak sehat. Bukankah itu kurang/tidak etis? Seyogyanya pihak RCTI pun lebih hati hati dalam menyiarkan iklan yang kata katanya kurang tepat. Surat pembaca Kompas 29 Maret 1992.
e.    Iklan Pasta gigi Zendium
Catatan dari penulis tentang zendium dulu diiklankan bahwa ini satu satunya pasta gigi yang mengandung enzim. Hal itu benar. Tapi ada klaim juga bahwa zendium lebh ampuh melindungi gigi. Hal itu tidak benar dan malah menyesatkan. Para dokter gigi menegaskan bahwa gula (makanan permen, misalnya) tetap merupakan perusak gigi nomor satu. Hal itu tidak berubah dengan adanya Zendium.
f.     Iklan Belum Modern
Pemirsa RCTI seringkali menikmati beberapa tayangan iklan suatu produk perusahaan yang sangat tidak mendidik. Saya ingin member tanggapan terhadap iklan colgagate gel biru yang tidak etis, bahwakan cenderung bersifat penghinaan. Hal ini didukung oleh acting membawa pesan iklan yang baik sekali dalam mencibirkan pealatan belum modern seperti tv hitam putih, kipas angin, kompor minyak dan odol biasa.
Sungguh disayangkan, iklan smacam tersebut dapat lolos untuk ditayangkan kepada pemirsa. Karena kita mengetahui masih banyka pemirsa RCTI yang menikmati siarannya menggunakan TV hitam putih dan sekelompok masyarakat yang beruntung memiliki kipas angin guna menyegarkan udara ruangan dan sekelompok masyarakat dan dapat memasak menggunakan kompor minyak. Bagaimana dengan masyarakat yang belem menggunakan atau memiliki peralatan “belm modern” tersebut? Apakah jawaban. Dan bagaimana pendapat perusahaan-perusahaan yang memproduksi keempat peralatan belum modern tesebut. Kompas 10 April1992
g.    Iklan Plaza Senayan
Saya kaget dan sedih dengan nyayian dan tokoh pelaku iklan Plaza Senayan. Begitu konsumtif dengan menggunakan helicopter belanja, dan terkesan hura hura ditambah konteks nyayian: “hidup hanya sekali jangan siasiakan”. Apakah betul hidup hanya sekali itu harus diisi dengan hura hura belanja penuh kemegahan.
Apakah tidak tersirat sedikitpun untuk menggunakan hidup yang hanya sekali itu dengan menjalankan ibadah, beramal dan membantu saudara kita yang masih banyak berekonomi lemah? Yang jangankan belanja dengan mewah ditempat megah, membeli makanan diwarungpun mikir.
Surat Pembaca Kompas, 4 Juni 1996
h.   Iklan kijang
Saya sangat risih mendengar iklan mobil Toyota kijang di radio maupun ditelevisi, yang melibatkan seorang anak usia sekolah. Iklan itu secara tidak langsung telah mendidik anak dan keluarga untuk bergaya hidup dan berbudaya konsumtif.
Sangat perihatin, begitu banyak anak dinegeri ini yang jangankan liburan ke bali dan naik “kijang”, untuk sekolah mereka tidak mampu dan harus bekerja singan malam sekedar untuk makan sehari
Sungguh merupakan hal yang ironis, seorang anak yang seharusnya belajar memahami fakta social teman teman seusianya yang tesuruk ditengah kerasnya perjuangan mereka, ternyata terdidik untuk ikut berpikir tentang cicilan kendaraan mobil kijang yang katanya ringan, dan bersikeras ntuk libuan ke bali hanya karna sudah terlanjur bercerita kepada teman temannya.
Eksplorasi anak anak untuk iklan saja sudah merupakan sesuatu yang tidak etis, apalagi dengan materi iklan yang mewah dan konsumtif. Lalu mau dibawa kemana anak anak kita?.
Surat pembaca, kompas 1 Mei 1995.
Pertanyaan
1.   Selain dari sudut pandang etika, keberatan apa lagi yang sering dikemukakan terhadap peiklanan?
Jawab:
Dari segi ekonomi dipertanyakan apakah periklanan sebagaimana dipratekkan sekarang ini dan menghabiskan biaya besar sekali pada dasarnya tidak merupakan pemborosan saja, karna tidak menambah sesuatu pada produk dan tidak meningkatkan kegunaan bagi konsumen.  Bahkan harus dikatakan bahwa, biaya luar biasa itu dibebankan pada konsumen. Masalah-masalah lain berasan dari konteks sosio cultural. periklanan dilatarbelakangi suatu ediologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu ediologi konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu.

2.   Jelaskan dua fungsi periklanan.
Jawab:
periklanan dapat dibedakan dua fungsi : fungsi informative  dan fungsi persuasive. Pada kenyataanya tidak ada iklan yang semata mata informative dan tidak ada iklan yang semata mata persuasive. Tetapi ada iklan dimana ungsur informasi paling dominan, disamping iklan dimana ungsur promosi paling mencolok

3.   Bagaimana sebaiknya definisi tentang bebohong? Benarkah ungsur ungsur terpentingnya dan jelaskan bagaimana iklan bebohong dengan menerapkan definisi ini.
Jawab:
Berbohong adalah dengan sengaja mengatakan sesuatu yang tidak benar, agar oang lain percaya. Iklan bukan saja menyesatkan dengan berbohong, tetapi juga dengan tidak mengatakan seluruh kebenaran, misalnya dengan mendiamkan sesuatu yang sebenanya penting untuk diketahui.

4.   Apa yang dimaksud dengan manipulasi? Mengapa manipulasi itu tidak etis? Mengapa iklan tidak mudah memanipulasi?
Jawab:
“manipulasi” maksudnya: mempengaruhi kemauan orang lain sedemikian rupa, sehingga ia mnghendaki atau menginginkan sesuatu yang sebenarnya tidak dipilih oleh orang itu sendiri Tetapi “ditanamkan” dalam dirinya dari luar.
Kalau dimanipulasi, kebebasan dirampas dai kita, sehingga keputusan kita menjadi sebuah akibat permainan saja.
Iklan tidak mudah memanipulasi, karena tidak mudah membuat “korban” permainan. Kalau tidak merasa tertarik, banyak iklan dalam media cetak tidak kita baca, atau pada radio tidak kita perhatikan, atau pula di tv kita hilangkan dengan pindah kesaluran lain melalui remote controller.

5.   Apa yang dimaksud dengan subliminal advertaising dan apa yang bisa dikatakan tentang sifat etisnya?
Jawab:
teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tetapi tinggal dibawah ambang kesadaran (karena itu sb-liminal; dari kata latin limin= ambang).
6.   Dari segi etika, bagaimana penilaian tentang iklan yang ditunjukan kepada anak?
Jawab:
Iklan yang ditunjukan kepada anak-anak harus dianggap kurang etis, karena anak belum bisa mengambil kebutusan dengan bebas dan sangat sensitive terhadap pengaruh dari luar. Karena itu anak mudah dimanipulasi dan diperminkan.
7.   Bagaimana sebaiknya pengontrolan terhadap periklanan?
Jawab:
pengontrolan iklan itu haus dijalankan dengan tiga cara beikut ini: oleh pemeintah, oleh para pengiklan sendiri, dan oleh masyarakat luas.

8.   Faktor factor mana yang harus dipetimbangkan dalam menilai kualitas etis dari perikanan?
Jawab:
factor yang selalu harus dipertimbangkan dalam menerapkan pringsip-pringsip kualitas etis, jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan: maksud sipengiklan, isi iklan, keadaan public yang dituju, dan kebiasaan dibidang periklanan.

22 Mei, 2013

Mario teguh"

"Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil.."

"Kelemahan Anda hanyalah sementara, karena Anda sedang memperkuatnya; tetapi bila Anda jadikan alasan bagi kurang baiknya hasil, kelemahan itu menjadi permanen"

"Dia yang menolak memperbarui cara-cara kerjanya yang tidak lagi menghasilkan, berlaku seperti orang yang terus memeras jerami untuk mendapatkan santan"

"Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita ketahui, kapankah kita akan mendapatkan pengetahuan baru? Melakukan yang belum kita ketahui adalah pintu menuju pengetahuan"

"Semakin banyak yang Anda inginkan, akan semakin banyak yang hanya tinggal jadi keinginan. Fokus pada satu keinginan memungkinkan pencapaian banyak keinginan "

 "Hanya orang takut yang bisa berani, karena keberanian adalah melakukan sesuatu yang ditakutinya. Maka, bila merasa takut, Anda punya kesempatan untuk bersikap berani"

 

Inspirasi dan Motivasi

"Ketika anda merasa anda belum mampu melakukan sesuatu yang anda rasa penting, maka pelajari kembali apa yang salah pada diri anda itu sendiri"

"Menjadi orang penting itu bagus, tapi lebih bagus jika anda menjadi orang yang dapat dipercaya..." 

"Menjadi orang penting itu baik, tapi bukankah lebih penting kita menjadi orang baik..."
"Jadilah salah satu orang yang menjadi inspirasi positif bagi orang lain..."
 "you are the one who is able to do whatever you think is easy to do, and be assured that the person is someone you could be anything what you want... "

http://www.facebook.com/laodeafridin.aulia

afridin_aulia@yahoo.com